Assalamu ‘alaykum warahmatullahi wabarakatuh
(*kata pengantar: tulisan ini saya tulis awalnya hanya catatan ringan untuk kedua teman yang setelah hijrah (hafizhahumallah), dalam suatu waktu mereka bingung, sebab ustadz yang mereka sering dengar kajiannya di youtube, tergelincir dalam masalah yang dalam pembahasan agama dipandang cukup serius, sehingga ustadz tersebut diperingati oleh ustadz yang lain, kawan saya inipun bingung harus bagaimana) berikut lengkapnya:
bismillah
Wankawan,
Semoga Allah merahmati memberi taufiq dan irsyadNya kepada kita semua, melihat polemik-polemik yang terjadi belakangan, sebenarnya ini Sunnatullah, pasti terjadi, dan sudah dari dulu terjadi,
bismillah, kalau dikau-dikau berkenan sy mau berbagi, ada kiat2 sudah sy simpulkan dari pelajaran2 dari guru-guru kita hafizhahumullah (Semoga Allah menjaga mereka semua), untuk menyikapi beberapa polemik belakangan ini (*yakni jika ada da’i atau ustadz kita yang mungkin tergelincir lalu atas dasar kasih sayang beberapa ustadz lain melakukan tahdzir/memperingatkan dari ustad yang tergelincir tersebut agar ustadz tersebut kembali kepada Al-haq)
pertama menujulah kepada Allah, BUKAN menuju kepada ustadz atau guru atau kiyai, Allah berfirman
﴿١٣٣﴾ ۞ وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمٰوٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
(Ali Imran 3:133)
di ayat lain
﴿٥٠﴾ فَفِرُّوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ ۖ إِنِّى لَكُم مِّنْهُ نَذِيرٌ مُّبِينٌ
Maka segeralah kembali kepada Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.(Adz Dzaariyaat 51:50)
mengikuti ustadz atau guru itu sifatnya muqayyad(terikat) kepada Allah dan rasulNya, kalau ustadznya juga mengajarkan apa yang Allah Subhanahu wata’ala dan rasulNya ajarkan, kita ikuti, kalau tidak, jangan ikuti, supaya kita tidak kultus ke ustadznya, jadi kalau ustadznya keliru dan manusia memang tidak ada yang sempurna, kita tetap berada di koridor, di jalur yang benar
Dari dulu jika ada ustadz atau da’i tergelincir dalam masalah agama, dan mad’u nya tdk kuat ta’shil ilmiyahnya, belajarnya setengah2, abai terhadap pelajaran aqidah dan hanya mementingkan kajian-kajian tematik, Kebanyakan mad’u (murid-murid) yang kultus dan cinta mati ke ustadz nya, pasti kaget, goncang, mungkin tidak terima, terombang ambing, kecewa, mungkin ada yang futur malah, paling tidak dia bisa jatuh ke dosa menjelek-jelekkan ustadz lain yang memperingatkan ustadznya yang tergelincir tsb. dan seterusnya akhirnya ghibah dan terjatuh dalam kejelekan lain -wal iyyadzubillah
selain itu carilah guru yang benar manhajnya, dan ilmiah di keilmuannya.
seorang tabi’in Muhammad bin Sirin berkata, ilmu adalah agama maka telitilah dari mana engkau mengambil (rujukan) guru.
Kedua, kalau kita hijrah, jujurkan niat, ikhlashkan murnikan niat kepada Allah saja. Ikhlash dari kata tashrif memurnikan, sama seperti pada “takhlishudzdzahab minasysyawaib” orang jika ingin memurnikan emas, haruslah dibuang semua unsur lain, harus hanya emas saja yang ada, buang semua kontaminasi-kontaminasi, tendensi-tendensi lain, singkirkan semua maksud lain misalnya hijrah karena riya’ atau sum’ah, atau hijrah karen mau memantaskan diri mencari pasangan, hijrah karena sekarang lagi tren hijrah misalnya dll, -semoga Allah menjaga niat-niat kita semua-, maka harapkanlah Allah saja, jangan selainNya, buang semua maksud-maksud lain itu
Di hadits umar, Rasul berkata “innamal a’malu binniyyat wainnama likullimrimmaa nawaa, faman kanat hijratuhu ila Allahi warasulihi fa hijratuhu ilallahi warasulihi, faman kanat hijratuju lidunya aw yushibuha, awimraati yankihuha fahijratuhu ilaa maa hajara ilayh“,
Kata para ulama, hadits di atas tidak diulangi tujuan hijrah untuk dunia dan wanita yang ingin dinikahi (fahijratuhu lidunya yusibuha aw imraati yankihuha) ,seperti kata “hijrahtuhu ilallahi warasulihi” yang diulang konteksnya, krn sangking hinanya tujuan-tujuan kayak begitu
Ketiga, jika ingin mempelajari agama, pelajari dulu akarnya, mulailah dari belajar Aqidah dahulu, ikuti pengajian-pengajian tentang Tauhid, baca buku, kitab-kitab yang membahas Tauhid, barulah masuk ke bab lain, supaya jika ada lagi polemik, sebanyak apapun, kita tetap tidak goyah, sambil terus lanjut belajar ilmu “alat”nya (bhs arab dll),
karena taukah engkau kalau sebab pertama yang menggelincirkan banyak aliran-aliran menyimpang itu karena lemahnya mereka di pembahasan Aqidah, -semoga Allah menambahkan ilmu penulis dan pembaca dan memudahkan kita mempelajari Aqidah yang benar
Keempat, ikut majelis ilmu, belajar di hadapan guru, offline bukan youtube, pelajaran-pelajaran, kajian-kajian youtube yang tematik juga bagus tapi jangan jadikan yang utama, sediakan waktu konsisten khusus untuk bersila (*red: duduk ) di hadapan guru belajar agama dalam sepekan beberapa kali, paling minimal sekali, usahakan konsisten, waktu belajar itu tidak boleh diganggu, -semoga Allah memudahkan engkau di jalanNya
Kelima, bertemanlah dengan teman-teman yang baik, banyak ketemu dengan teman yang shalih, ini salah satu sebab agar dimudahkan Allah untuk istiqamah, lingkungan dan teman bergaul yang shalih, jika punya teman yang senang bicara agama dan mengingatkan di dalam agama, jaga baik-baik, punya teman shalih satu saja itu kelen beruntung, sebab jenis kayak ginian saat ini lagi jarang di pasaran hehe
Keenam, hendaknya setiap penuntut ilmu mengenali kadar dirinya masing-masing alias tau diri, melihat level dirinya, tidak mudah berkomentar bahkan mencela atau menghina pendapat-pendapat ilmiah yang bertentangan dengan pemahamannya atau pemahaman ustadznya, sebab ada banyak sekali ijtihad-ijtihad pendapat-pendapat keagamaan yang tidak mungkin kita ketahui semuanya, mungkin pendapat itu sudah sejak lama ada dan sudah lama dibahas oleh para ulama mutaqaddimin atau AsSalaf terdahulu, yang bisa saja kita baru dengar, makanya jika belum paham betul dengan suatu masalah usahakan diam, sambil minta kepada Allah untuk dipahamkan dalam agama..
Ketujuh, kalau semuanya sudah engkau tempuh saudaraku, kalau niat kita jujur pasti Allah akan mengarahkan menuju jalanNya, coba liat di surah al ankabut ayat 6, kemudian perbanyak berdoa meminta hidayah kepada Allah
Kedelapan, seorang yang hijrah biasanya dibayangi oleh sifat jumud alias agak kaku2 dikit dalam bermuasyarah bermuamalah dengan masyarakat, maka ingatlah selalu agar jangan gara-gara engkau orang lain lari dari dakwah ini jangan!
Kesembilan, fenomena yang sering terjadi kawan-kawan yang awal-awal ngaji biasanya senang dengan pembahasan menyikapi tokoh kesesatan ini dan itu, kelompok ini dan itu, si fulan atau si allaan, sehingga sepantasnyalah seorang yang mengenal sunnah agar menjauhi kebiasaan “sikap-menyikapi” dan senang membenturkan antara tokoh ini dengan tokoh itu, ustadz yang ini dan ustadz yang itu, pihak ini dan pihak itu, hal-hal demikian malah semakin membuat mafasid (kerusakan) jika dilakukan tanpa hikmah dan ilmu, lagi-lagi sibukkanlah diri dengan ilmu-ilmu dasar dahulu.
Kesepuluh, wahai saudaraku dalam perjalananmu nanti menuntut ilmu, engkau butuh ilmu adab, terutama adab dalam menuntut ilmu, ilmu adab ini akan membantumu memperoleh keberhasilan dalam menuntut ilmu, ia akan mengajarimu bersikap terhadap guru, sesama penuntut ilmu, dan terhadap masyarakat dan lingkunganmu, sehingga jika adab sudah baik terutama kepada guru, masyarakat, keluarga dan lingkungan sudah baik insyaaAllah Dengan sebab itu semoga Allah Subhanahu wata’ala tambahkan keberkahan kepada ilmu kalian
Kesebelas, jika kau sudah merasa banyak belajar maka jauhilah sejauh2 nya sikap tinggi hati, Kata seorang penyair berkata, “ilmu adalah musuh bagi pemuda yang sombong”,
Yang menarik adalah..
Ucapan penyair di atas dinuqil Syaikh Bakr Abu Zaid (di kitab Hilyah Tholibil ‘Ilmi), setelah beliau menceritakan sebuah riwayat dari imam Adz-Dzahabi tentang kisah hidup Amru bin Aswad al-unsi (wafat pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan),
Katanya jika Amru bin Aswad al Unsi keluar dari masjid, ia selalu menekan tangan kirinya menggunakan tangan kanannya, kemudian beliau ditanya mengapa melakukan hal itu, beliau jawab “aku takut tanganku berbuat munafiq”
Lalu penulis kitab menjelaskan bahwa tindakan beliau Amru bin Aswad adalah untuk menghindari gestur tangan yang menunjukkan kesombongan.
Dalam adab-adab menuntut ilmu agama, seorang penuntut ilmu seharusnya merendah di hadapan guru dalam banyak hal, baik tutur sampai pun gesture (sikap, gerak badan) di dalam majelis maupun di luar majelis
dan Subhanallah, beberapa kali saya saksikan sendiri dan dengarkan, teman-teman yang punya sikap maupun gestur yang baik dalam majelis kebanyakannya memang faqih (tinggi pemahamannya) dalam pelajaran.
Jadi jika ingin berhasil dalam menuntut ilmu pelajari adab kepada guru dahulu, baca kitab/buku-buku adab (misal: hilyah tolibil ilmi ini sudah ada terjemahannya) atau ikuti dars-dars/pengajian tentang adab dst..
Keduabelas, berdoa minta kepada Allah Subhanahu wata’ala agar ditunjuki jalan kebenaran, perhatikanlah! banyak manusia sudah berada di atas kebaikan tapi tidak berada di atas kebermaknaan yang benar
Ketahuilah diantara manusia, banyak yang ingin kembali ke agama, tapi ternyata yang kembali ke agama dalam pemcariannya hanya sedikit yang bermakna, diantara yang bermakna pun hanya sedikit yang baik, diantara yang baik pun hanya sedikit yang berada di atas kebenaran
Kalau engkau sudah berada di dalam kebaikan, carilah lagi kebaikan yang lebih dalam, karena manusia pun ternyata berjenjang dalam kebaikan, hingga ia menemukan kebenaran di atas jalan yang diridhoi Allah,
وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ (al ayah)
Akhir kata..
Allahumma tsabbit quluwbanaa ‘ala thoatik, yaa Allah Tetapkan hati-hati kami di atas ketaqwaan kepadaMu,
Astagfirullah, Ini bukan menggurui, saya mencintai kalian semua karena Allah, sesama saudara wajib saling nasihat menjaga di atas taqwa
*makassar-subuh hari, Dari sahabatmu yang fakir ilmu*
judul lama: Surat terbuka untuk saudaraku yang baru atau sudah lama ber”hijrah”
Maroji’
1. Alquranul karim
2. Muqaddimah Shahîh Muslim, 1/43-44 – Syarhu Shahîh Muslim
3. Hilyah tolibil ‘Ilmi